A Night with You
Leona masih berkutat dengan ponselnya, mengerutkan kening membaca pesan terakhir yang dikirimkan oleh Kleo sampai ia tak menyadari bahwa ada seseorang yang saat ini sedang mengimbangi langkah kakinya. “Nih gue beneran lagi sama lo sekarang.”
Kedua bola mata Leona menajam, terkejut akan kedatangan Kleo. “How did you know i'm here?“
“I just know everything about you.“
“You're just like me, a biggest fan.” sindirnya.
“Yes i am.” jawaban yang sangat percaya diri. “I'm Leona's biggest fan.“
“Udah ah, ngaco banget.” Leona kembali memfokuskan perhatiannya pada cahaya dari gedung-gedung tinggi yang ia lewati. Gedung bertingkat yang dihiasi dengan cahaya untuk setiap ruangan yang dimilikinya. Kilauan cahaya yang digunakan untuk membantu para penghuninya yang sedang beraktivitas atau hanya sekedar mengisi kegelapan. Ada juga cahaya dari lampu jalan yang setia menyinari para pengemudi yang melintas.
Kleo masih setia menemani Leona untuk berjalan menyusuri jalanan pinggir kota Paris yang belum terlihat akan berujung di mana. Obrolan-obrolan menyenangkan yang sesekali tercipta untuk menemani suasana malam ini, sepertinya membuat kedua insan tersebut lupa sudah berapa jauh mereka berjalan. Sampai akhirnya hujan deras berhasil menghentikan kegiatan mereka malam ini.
“Le, baju lo kebasahan banget gak kena hujan tadi?” itu kekhawatiran pertama Kleo setelah berhasil membawa Leona berteduh di depan toko-toko yang sudah tutup. Leona mencoba merapikan pakaiannya yang sedikit basah terkena air hujan yang datang secara tiba-tiba itu.
“Sedikit doang. Lo deh kayanya yang basah banget, Kle, gara-gara tadi pake acara ngelindungin gue sampe sini segala.” Pakaian Kleo memang bisa dibilang cukup banyak terkena air hujan, terutama bagian punggungnya yang ia gunakan sebagai tameng untuk melindungi tubuh kecil Leona agar tidak terkena air hujan. “Nah, i'm good.“
Butiran air yang turun dari langit terasa semakin menggebu-gebu seakan tidak sabar untuk menghampiri daratan yang luas. Suara gemuruh petir dan angin kencang juga datang menerpa pepohonan yang sedang berdiam diri. Dingin, udara semakin terasa dingin dan sangat tidak mungkin untuk Kleo dan Leona dapat terus berteduh di tempat ini. Namun, tidak ada satu taksi pun yang melintas yang dapat mengantar mereka kembali pulang, sebab jalanan sudah mulai tergenang oleh arus air yang deras dan ranting pepohonan pun ikut menari kesana kemari.
“We need to find some place to stay.” Kleo menarik tangan Leona ke dalam genggamannya, mendekapnya erat dan membawanya perlahan melewati ruang-ruang sempit di depan pertokoan yang tutup demi menghindari cucuran air hujan yang semakin deras.
Sebuah apartment berjarak kurang lebih lima ratus meter dari tempat mereka berteduh tadi akhirnya memiliki unit kosong yang dapat mereka sewa untuk malam ini. Apartment dengan desain minimalis bergaya eropa yang memiliki satu kamar tidur, ruang tengah, dapur dan satu kamar mandi dirasa cukup untuk mereka huni malam ini demi berlindung dari derasnya hujan badai di luar sana.
“Lo bisa tidur di kamar, Le. Biar gue yang di sini.” Kleo mulai menata beberapa bantal dan merebahkan dirinya pada sofa ruang tengah tempat ia akan beristirahat malam ini.
Hening. Kleo mencoba memejamkan kedua matanya agar ia dapat terlelap. Entah apa yang mengganggu pikirannya saat ini tetapi ia merasa gusar dan sulit untuk dapat terlelap dengan tenang. Ditambah dengan suara hujan deras dan petir yang tak kunjung berhenti.
Tak beberapa lama, seseorang tampak berjalan kearahnya, langkah kaki itu semakin lama semakin terasa dekat. Tepat ketika ia mencoba membuka kedua matanya, wanita itu ada di sana. Tubuhnya terhalang oleh besarnya lipatan selimut tebal yang ia bawa, hanya menyisakan penampakan dari kedua kakinya yang jenjang. Kleo terkekeh.
“Buat lo. Di luar dingin.” selimut tebal itu kini sudah berpindah tangan.
“I'm good. Lo aja yang pake.”
Leona dengan cepat menggelengkan kepalanya, “Gue masih ada yang lain di kamar.”, lalu ia buru-buru beranjak kembali menuju kamarnya sebelum ia semakin terbuai oleh pemandangan di hadapannya itu. Kleo yang sedang tersenyum dengan wajah sayunya yang terlihat sudah mengantuk, rambutnya yang berantakan akibat posisi tidurnya yang tak menentu dan juga tubuhnya yang dibalut oleh kaos hitam polos serta celana jeans hitam andalannya. Sungguh, pemandangan yang tak pernah Leona sangka-sangka akan muncul dihadapannya.
“Good night, Sweetie.” Leona masih dapat mendengar kalimat itu dari balik pintu kamarnya. Dan malam ini sepertinya gemuruh hatinya berhasil menyaingi gemuruh hujan badai di luar sana.