Hari yang ditunggu-tunggu oleh semua siswa SMA Neocity pun tiba yaitu, hari di mana mereka akan berangkat untuk karya wisata bersama dan tidak perlu mengikuti jam pelajaran. Tempat yang akan mereka kunjungi adalah Museum Nasional. Di sini mereka akan ditugaskan membuat laporan tentang salah satu karya yang mereka sukai.

Kini Davian, Alin, Candra, dan Dewa mulai berkeliling mengamati karya-karya yang ada di sekeliling mereka. Davian dan Dewa yang kebetulan hari ini sedang membawa kamera mendapatkan tugas untuk mengambil beberapa gambar untuk dimasukan pada laporan mereka. Sedangkan Alin dan Candra bertugas mencatat sejarah dan keterangan yang mereka dapatkan dari karya-karya yang ada di sana.

“Kalo jalan liat-liat, jangan sambil nulis.” Candra menahan jidat Alin yang hampir saja menabrak pintu kaca di depannya.

“Hehehe, sorry.”

“Ini kita nunggu Davian sama Dewa di sana aja deh. Capek gue.”

“Iya boleh.”

Mereka pun langsung menuju ke salah satu gazebo yang ada di depan museum.

“Lin, gue ke sana bentar ya.” pamit Candra yang hanya dibalas anggukan oleh Alin.

Tidak lama kemudian Davian dan Dewa pun datang. “Loh Candra mana, Lin? Kurang ajar malah ninggalin lo sendirian di sini tuh anak.” tanya Davian yang baru saja datang.

“Nggak kok. Barusan banget Candra pamit ke sana bentar katanya.”

“Yaudah nih minum dulu, tadi gue liat ada yang jual susu cokelat kesukaan lo.” Davian langsung duduk di sebelah Alin bersama Dewa.

“Kebiasaan banget selalu beliin gue susu cokelat, tapi makasih yaa.”

“Iya lo kan kaya bayi minumnya susu mulu.” jawab Davian sambil mengacak-acak rambut Alin gemas.

Dan saat itu juga Candra baru saja datang sambil membawa dua botol minuman yang ia beli.

“Woi dari mana lo? Ninggalin Alin sendirian di sini.” ucap Davian setelah menyadari kedatangan Candra.

“Beli minum, haus gue.”

“Buset haus apa haus nyet sampe beli dua botol?” ejek Dewa ketika menyadari bahwa kini Candra sedang memegang dua botol minuman.

“Hah? Enggak. Kelebihan. Nih buat lo.” jawabnya sambil melempar satu botol pada Dewa.

“Tumben dah.”