Langit sudah mulai gelap menandakan bahwa mereka sudah menghabiskan waktu cukup lama untuk bermain disini. Menuangkan segala canda tawa, teriakan, dan keringat. Melukiskan memori bersama.
Hansel menghampiri Asya yang terlihat cukup lelah setelah mencoba berbagai wahana permainan yang ada, terlihat dari banyaknya keringat yang bercucuran di keningnya.
“Sya, sebentar.” Hansel berdiri dibelakang Asya sambil mengikat rambut Asya dengan kunciran yang ia bawa.
“Biar gak gerah.”
“Makasih, hehe.”
“Kamu semangat banget mainnya, semua dicobain.”
“Ihh seru tau.”
“Capek gak? Mau aku gendong? Nanti jauh jalan ke stasuin MRTnya.”
“Hahaha emang kamu gak capek? Kan kamu juga pasti capek, lagian aku masih bisa jalan sendiri Hanseeeel.”
“Kalo capek langsung bilang ke aku biar nanti aku gendong.”
Hansel memasuki Hall kampus mereka sambil menggandeng tangan Asya di sampingnya. Berjalan menghampiri Ruby yang ternyata telah tiba lebih dulu di sana.
“Who is she?” Ruby menaikkan sebelah alisnya setelah melihat bahwa Hansel datang bersama seseorang yang tak ia kenal.
“Hi. Asya, Hansel's girlfriend.” Asya menyodorkan tangannya untuk berkenalan.
Ruby memutar bola matanya dan pergi begitu saja mengabaikan perempuan di depannya itu. “Professor is waiting for us.“
Hansel mencoba menenangkan kekasihnya yang terlihat kesal akibat ulah Ruby barusan. “Tunggu disini sebentar gapapa? Gak lama kok.”
Asya hanya mengangguk dengan wajah kesalnya. Lalu Hansel pun mengecup keningnya singkat dan pergi mengikuti Ruby.
Saat ini Hansel sudah berdiri sekitar 10 menit sambil memandangi punggung wanita di depannya yang sedang asyik membaca buku kesukaannya. Ia enggan melangkahkan kakinya untuk menghampiri wanita tersebut. Alasannya simple, karena saat ini jantungnya sedang berdegup dengan cepat.
“Anjing, gue cupu banget gini aja udah keringet dingin.” gumamnya pada diri sendiri.
Akhirnya, langkah demi langkah membawa tubuhnya berdiri di samping meja wanita itu.
“Hai.” sapanya pelan.
“Ngapain berdiri aja? Duduk sini. Atau mau langsung pulang?” tanya Asya bingung melihat gelagat Hansel.
Kemudian Hansel pun mendudukkan dirinya di hadapan Asya dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
“Sya, I got something for you.”
“Hm? Apa?” tanya Asya penasaran.
Hansel memasangkan sepasang airpods ke kedua telinga Asya dan memutarkan sebuah rekaman suara yang baru saja ia ambil tepat sebelum ia datang kesini.
Alunan dari tuts piano pun mulai terdengar kemudian diikuti dengan suara nyanyian dari pria di depannya..
How do I tell you I need you?When you steal the breath in my lungsMy body shakes till the blood in my face makes me awkward smile and turn around
“Thank you for coming into my life, even though the way we met was so bad. Thank you for your kindest heart that never gave up on me. Your cheerfulness brightens my day even though you're very annoying sometimes haha. But it all made me realize that I've fallen for you.
You and all of your traits always make me smile. I can't deny it. You brought back my long lost happiness. Thank you so much, Sya.
And may I ask you something? May I keep and bring this happiness for a long time? And of course with you in it.
Hansel masih setia mengikuti kemanapun Asya pergi menghampiri para penjual makanan yang ada di sana. Sesekali ia harus melindungi tubuh Asya agar tidak bertabrakan dengan kerumunan di sekitarnya.
Gadis itu terlalu bersemangat sampai tidak memperhatikan sekitar.
“Sel liat deh ada yang jual ice cream cake. Beli yuk.”
“Lo gak liat ini udah ada berapa kantong makanan di tangan kita, Sya?”
“Ih tapi itu keliatannya enak tau. Mau coba.” pinta Asya.
“Oke. Ini yang terakhir. Abis itu udah gak ada beli-beli lagi. Ini udah banyak banget, Sya. Siapa yang mau ngabisin nanti.” jawab Hansel pasrah ketika dihadapkan dengan mimik memelas dari wajah Asya yang membuatnya tidak bisa menolak.
“Hehehe okeee! Abis ini kita makan di taman ya.”
Hansel mengangguk setuju.
Kini Asya sedang asyik menikmati jajanannya sambil berkomentar tentang apa saja yang ia lihat di depannya.
“Kalo mau makan, makan dulu. Kalo mau ngomong, ngomong dulu. Jangan barengan.”
“Kenapa?” Asya menoleh kepada Hansel.
“Kalo lo keselek gue gak mau nolongin.”
“Gapapa, nanti juga ada Mika yang bakal nolongin gue.”
“Keburu mati kalo lo nungguin si Mika dateng ke sini.”
“Hahaha kenapa sih lo sensi banget kalo bahas Mika?”
“Gak.”
Dan tentu saja saat ini Asya sedang menikmati pemandangan wajah Hansel yang mulai memerah.
“Pagi, Sel.” sapa Asya yang mendapati Hansel sedang menikmati nasi gorengnya di dapur.
Tidak ada jawaban.
Sedetik kemudian Hansel bangun dari kursinya dan pergi.
“Masih marah ya?” Asya bergumam pada dirinya sendiri.
“Pagi-pagi gini mikirin apa sih, Sya? Sampe bengong gitu.” sebuah tangan tergerak mengelus rambutnya lembut membuat Asya tersadar dari lamunannya.
“Hah? Eh, Nggak kok. Lo mau ke kampus, Mik?”
“Iya nih, sarapan dulu. Lo udah sarapan?”
“Ini gue juga baru mau sarapan.”
“Hmm. Yaudah sini sarapan bareng gue.”
“By the way, lo masih berantem sama Hansel, Mik?”
“Gue gak nganggep kita lagi berantem sih tapi Hansel masih diemin gue.”
“Oh.. Sama tadi juga dia diemin gue.” jawab Asya pelan.
“Gausah dipikirin, Sya. Nanti juga palingan baik sendiri tuh anak. Tapi kalo ternyata dia masih kasarin lo kaya kemaren, bilang gue. Biar bisa gue ajarin sopan santun anaknya.”
Asya benar-benar memutuskan untuk tetap kuliah hari ini. Tubuhnya yang ia anggap sudah sembuh itu dipaksa untuk mengikuti kegitan perkuliahan yang berlangsung selama kurang lebih empat jam. Alhasil setelah kelasnya selesai, kepalanya yang terasa berat memaksa untuk diistirahatkan.
Maka sekarang disinilah Asya berada, di perpustakaan kampusnya. Menenggelamkan wajahnya diatas salah satu meja berharap rasa sakit di kepalanya dapat segera hilang.
Namun, usahanya sia-sia karena rasa sakit di kepalanya tak kunjung hilang, membuatnya tanpa sadar mengetik sesuatu di handphonenya.
Asya terpaksa harus menerjang hujan dan berlari menuju halte bus terdekat karena hari sudah semakin gelap dan ia tidak mau tertinggal oleh bus terakhir di kampusnya.
Syukurlah keberuntungan masih berpihak padanya. Sebab sesampainya di halte ia masih dapat menaiki bus terakhir hari ini. Dengan tubuh yang sudah penuh dengan guyuran air hujan, Asya memilih duduk di salah satu bangku yang menghadap ke jendela, namun tak lama seseorang juga ikut duduk di sampingnya.
“Baju lo tipis.” tiba-tiba Hansel memberikan jaketnya.
“Eh? Thanks.” meski bingung sejak kapan pria itu sudah berada di sampingnya, tetapi Asya tetap menurut untuk menggunakan jaket Hansel sebagai kain tambahan untuk menutupi tubuhnya.
“Kenapa keluar gak bawa payung? Udah tau seharian cuacanya mendung.”
“Tadi gue niatnya cuma keluar sebentar doang buat cari makan, eh ternyata malah hujan. Lagian payung gue lagi dipinjem sama Mika jadi gak sempet bawa tadi.”
Tidak ada balasan lagi dari Hansel.
Mereka berdua terdiam dan larut pada pikiran masing-masing. Asya yang sedang kedinginan akibat tubuhnya yang habis diguyur air hujan memilih untuk diam dan menghangatkan diri dibalik jaket milik Hansel. Dan Hansel juga kembali sibuk dengan ponselnya.