haechilove

Malam ini sungguh melelahkan bagi Jeje yang baru saja sampai di rumahnya tepat pukul sepuluh malam. Persiapan launching produk baru di kantornya itu sangat menyita waktu dan juga tenaganya, membuatnya harus pulang lebih lama hari ini. Belum lagi jalanan ibukota yang masih saja ramai membuat kemacetan dimana-mana tak kenal waktu.

Satu notifikasi masuk tepat setelah Jeje selesai berbenah diri dan mulai mengistirahatkan tubuhnya pada singgasana yaitu, tempat tidurnya tercinta. Ia tersenyum membaca pesan singkat itu. Menyadari bahwa hari ini ia pun bahkan tidak banyak berbagi kabar dengan prianya di sebrang sana.

Kenapa jam segini lampunya kamarnya masih terang? Kamu belum tidur?

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan satu pesan singkat itu berhasil membuat Jeje bangkit kembali dari tempat tidurnya dan membuka tirai jendela di kamarnya. Sang pengirim pesan tersebut sedang berdiri di sana, bersandar pada mobilnya. Kedua tangannya terbentang lebar dengan senyum jahil terpasang jelas pada wajahnya. Jeje terkekeh, namun ikut membalas kejahilan pria itu. Ia hanya merespon dengan memiringkan kepalanya dengan salah satu alis terangkat tanpa bergegas turun menemuinya.

Melihat respon yang didapat tidak sesuai dengan harapannya, Gerry pun mengatup kembali kedua tangannya yang sedari tadi terbentang lebar yang kemudian menjadi memeluk dirinya sendiri. Tawa Jeje pun pecah akan itu, ia pun segera bergegas turun untuk menghampirinya.

“Kamu ngapain ke rumah jam segini? Bukannya besok pagi-pagi udah harus ke Bandung?”, itu kalimat pertamanya setelah ia berhasil membuka pintu pagar rumahnya.

“Aku harus recharge energiku dulu sebelum ninggalin kamu ke Bandung selama tiga hari tau.” Jeje pun langsung menghamburkan diri ke dalam pelukannya. “Maaf ya aku gak bisa ikut dateng ke acara grand opening resto baru kamu di Bandung. Masih banyak yang harus aku urus untuk launching new collection kantor aku.”

Kehangatan yang seketika tercipta itu membuat suasana terasa semakin tenang seraya ditemani sinar rembulan yang begitu sempurna. Gerry dengan nyaman menyelisikkan jari jemarinya pada helaian rambut gadis yang saat ini masih betah bersarang di dalam dekapannya. Aroma tubuhnya yang begitu khas membuatnya tidak ingin mengakhiri malam ini.

Thank you for always being a good girlfriend for me, Sayang.”

Jeje mendongakkan kepalanya, “And thank you for always trying your best for us.

Dekapan keduanya pun semakin erat menyeruak bersama hembusan angin malam yang tanpa mereka sadari ada salah satu makhluk hidup lain yang sedari tadi menjadi penonton setia semua adegan yang tercipta malam ini.

Rutinitas senin pagi ini dimulai dengan Hima yang telah berhasil menyelesaikan suapan terakhir sarapannya yaitu, seporsi nasi goreng dengan telur dadar keju yang selalu menjadi menu sarapan favoritnya. Tidak lupa ia juga meneguk habis kopi hangatnya pagi ini. “Bunda, Hima berangkat dulu ya.”, ia pun segera bergegas dan berpamitan.

Matahari pagi ini bersinar cerah akan tetapi masih belum dapat menandingi senyuman gadis yang baru saja keluar dari pintu rumah di sebelahnya itu. Balutan atasan berwarna putih yang dipadukan dengan rok cokelat dan juga tas berwarna senada itu berhasil memberikan kesan formal namun masih terlihat santai. Rambut panjangnya yang dibiarkan terurai pun menjadi magnet bagi siapapun yang melihatnya. Cantik, cantik, dan cantik. Bila ada kosa kata lain yang mampu mendeskripsikan kesempurnaan gadis itu maka mungkin Hima sudah memilih kata tersebut.

“Pagi, Him.”

“Pagi, Je. Baru mau berangkat ngantor juga?”

Anggukan kecil gadis itu menjadi jawabannya. “Mau bareng? Kantor lo di daerah mana, Je? Siapa tahu searah.”, tentu saja ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatannya di pagi yang cerah.

Kali ini bukan sebuah anggukan yang menjadi jawabannya, melainkan sebuah gelengan halus yang dibumbui oleh senyuman kecilnya, sangat manis dan sopan, membuat siapapun luluh dibuatnya.

Pada saat yang bersamaan, sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di depan pagar rumah gadis itu. Kaca depan mobil hitam tersebut pun perlahan terbuka, “Yuk, Sayang.”

Gadis itupun segera menghampiri seseorang yang telah menunggunya di sana. Seraya berpamitan dengan Hima yang masih terdiam di tempatnya.

Sayang. Sayang. Sayang. Ia tidak salah mendengarkan? Tentu saja ia merasa indra pendengarnya masih berfungsi dengan baik. Namun, siapa pria yang menyebutkan kata itu dengan sangat lugasnya? Kemana saja ia selama ini sampai tidak mengetahui bahwa tetangga barunya itu ternyata sudah memiliki seorang kekasih?

Inikah kenyataannya? Apakah di dunia yang berbeda pun ia masih tidak ditakdirkan untuk dapat kembali bersama dengan sang malaikat pelindungnya dan memulai hidup baru yang bahagia sebagaimana mestinya? Kejam, sangat kejam bahwasanya sampai saat ini takdir masih tidak berpihak kepadanya. Sungguh kini ia sudah merasa kalah untuk kesekian kalinya.

Leona masih berkutat dengan ponselnya, mengerutkan kening membaca pesan terakhir yang dikirimkan oleh Kleo sampai ia tak menyadari bahwa ada seseorang yang saat ini sedang mengimbangi langkah kakinya. “Nih gue beneran lagi sama lo sekarang.”

Kedua bola mata Leona menajam, terkejut akan kedatangan Kleo. “How did you know i'm here?

I just know everything about you.

You're just like me, a biggest fan.” sindirnya.

Yes i am.” jawaban yang sangat percaya diri. “I'm Leona's biggest fan.

“Udah ah, ngaco banget.” Leona kembali memfokuskan perhatiannya pada cahaya dari gedung-gedung tinggi yang ia lewati. Gedung bertingkat yang dihiasi dengan cahaya untuk setiap ruangan yang dimilikinya. Kilauan cahaya yang digunakan untuk membantu para penghuninya yang sedang beraktivitas atau hanya sekedar mengisi kegelapan. Ada juga cahaya dari lampu jalan yang setia menyinari para pengemudi yang melintas.

Kleo masih setia menemani Leona untuk berjalan menyusuri jalanan pinggir kota Paris yang belum terlihat akan berujung di mana. Obrolan-obrolan menyenangkan yang sesekali tercipta untuk menemani suasana malam ini, sepertinya membuat kedua insan tersebut lupa sudah berapa jauh mereka berjalan. Sampai akhirnya hujan deras berhasil menghentikan kegiatan mereka malam ini.

“Le, baju lo kebasahan banget gak kena hujan tadi?” itu kekhawatiran pertama Kleo setelah berhasil membawa Leona berteduh di depan toko-toko yang sudah tutup. Leona mencoba merapikan pakaiannya yang sedikit basah terkena air hujan yang datang secara tiba-tiba itu.

“Sedikit doang. Lo deh kayanya yang basah banget, Kle, gara-gara tadi pake acara ngelindungin gue sampe sini segala.” Pakaian Kleo memang bisa dibilang cukup banyak terkena air hujan, terutama bagian punggungnya yang ia gunakan sebagai tameng untuk melindungi tubuh kecil Leona agar tidak terkena air hujan. “Nah, i'm good.

Butiran air yang turun dari langit terasa semakin menggebu-gebu seakan tidak sabar untuk menghampiri daratan yang luas. Suara gemuruh petir dan angin kencang juga datang menerpa pepohonan yang sedang berdiam diri. Dingin, udara semakin terasa dingin dan sangat tidak mungkin untuk Kleo dan Leona dapat terus berteduh di tempat ini. Namun, tidak ada satu taksi pun yang melintas yang dapat mengantar mereka kembali pulang, sebab jalanan sudah mulai tergenang oleh arus air yang deras dan ranting pepohonan pun ikut menari kesana kemari.

We need to find some place to stay.” Kleo menarik tangan Leona ke dalam genggamannya, mendekapnya erat dan membawanya perlahan melewati ruang-ruang sempit di depan pertokoan yang tutup demi menghindari cucuran air hujan yang semakin deras.

Sebuah apartment berjarak kurang lebih lima ratus meter dari tempat mereka berteduh tadi akhirnya memiliki unit kosong yang dapat mereka sewa untuk malam ini. Apartment dengan desain minimalis bergaya eropa yang memiliki satu kamar tidur, ruang tengah, dapur dan satu kamar mandi dirasa cukup untuk mereka huni malam ini demi berlindung dari derasnya hujan badai di luar sana.

“Lo bisa tidur di kamar, Le. Biar gue yang di sini.” Kleo mulai menata beberapa bantal dan merebahkan dirinya pada sofa ruang tengah tempat ia akan beristirahat malam ini.

Hening. Kleo mencoba memejamkan kedua matanya agar ia dapat terlelap. Entah apa yang mengganggu pikirannya saat ini tetapi ia merasa gusar dan sulit untuk dapat terlelap dengan tenang. Ditambah dengan suara hujan deras dan petir yang tak kunjung berhenti.

Tak beberapa lama, seseorang tampak berjalan kearahnya, langkah kaki itu semakin lama semakin terasa dekat. Tepat ketika ia mencoba membuka kedua matanya, wanita itu ada di sana. Tubuhnya terhalang oleh besarnya lipatan selimut tebal yang ia bawa, hanya menyisakan penampakan dari kedua kakinya yang jenjang. Kleo terkekeh.

“Buat lo. Di luar dingin.” selimut tebal itu kini sudah berpindah tangan.

I'm good. Lo aja yang pake.”

Leona dengan cepat menggelengkan kepalanya, “Gue masih ada yang lain di kamar.”, lalu ia buru-buru beranjak kembali menuju kamarnya sebelum ia semakin terbuai oleh pemandangan di hadapannya itu. Kleo yang sedang tersenyum dengan wajah sayunya yang terlihat sudah mengantuk, rambutnya yang berantakan akibat posisi tidurnya yang tak menentu dan juga tubuhnya yang dibalut oleh kaos hitam polos serta celana jeans hitam andalannya. Sungguh, pemandangan yang tak pernah Leona sangka-sangka akan muncul dihadapannya.

Good night, Sweetie.” Leona masih dapat mendengar kalimat itu dari balik pintu kamarnya. Dan malam ini sepertinya gemuruh hatinya berhasil menyaingi gemuruh hujan badai di luar sana.

Kleo datang menghampiri Leona dengan tangannya yang sudah penuh oleh makanan dan minuman yang baru saja ia beli. “Astaga banyak banget lo beli apaan aja?”

“Susu. Takut lo nanti kepedasan. Kata mbak-mbak minimarketnya susu bisa bantu ngilangin pedas.” Ia meletakkan beberapa kotak susu yang ada di tangannya besama dengan spicy chicken yang juga baru saja ia beli. “Thank you.” sebuah lengkungan terbentuk pada bibir Leona.

Masih belum cukup dengan kerepotannya dengan susu tadi, sekarang Kleo mengeluarkan sepasang sarung tangan plastik dan memakaikannya pada salah satu tangan Leona. “Biar tangannya gak ikut pedas pas makan.” Lalu ia pun ikut mengenakan sarung tangan plastik itu di sebelah tangannya.

Setelah itu mereka berdua akhirnya sibuk dengan spicy chicken yang ada di hadapan mereka. Tidak ada obrolan apapun, hanya suara dari mulut Kleo yang mulai terasa kepedasan. Bulir-bulir keringat mulai memenuhi dahinya dan cairan pada hidungnya pun mulai terasa mengganggu.

“Minum dulu.” Leona menyerahkan sekotak susu pada pria yang sepertinya sedang tersiksa di depannya itu dan langsung diteguk habis olehnya. Leona terkekeh, “Tadi perasaan lo deh yang takut gue kepedasan, eh, sekarang malah kebalikannya.”

Sorry..” ucap Kleo menyesal. “No need to be sorry kali. Besok-besok kita gak usah beli yang pedas gini lagi ya. Gue juga gak begitu suka.” Leona merapikan sedikit rambut Kleo yang berantakan terkena keringat di dahinya.

“Terus kalo gitu lo sukanya apa, Le? Gue?” Satu anggukan kepala Leona menjadi jawaban dari pertanyaan tersebut. Namun, belum sempat Kleo bereaksi, Leona memperjelas jawabannya, “Kalo gue gak suka sama lo mana mungkin gue rela nontonin semua konser di world tour lo deh. I do like you, your music, your performance, and your team, Stardust.

Just liking me is not enough, Le. I'll make you love me instead.”

Entah sinar matahari siang ini yang begitu terik sampai membuat kedua pipi Leona memerah dengan sempurna atau karena kalimat yang baru saja terucap dari mulut pria di depannya itu. Tidak ada yang tahu, hanya sang pemilik wajah yang memiliki jawabannya. Namun ternyata, kedua pipinya yang memerah itu malah menjadi tontonan yang menyenangkan bagi seorang pria bernama Kleo Dash itu. Salah satu terduga penyebab hal itu terjadi. Wajahnya yang tersipu membuat wanita itu juga kerap bertingkah kikuk. Bolak-balik meneguk minumannya, mengalihkan pandangan serta mencoba memainkan ponselnya tanpa tujuan.

“Le, gimana kalo kita batalin aja nonton Flamenco Shownya? I prefer watching you blushing all day instead of watching that show.” Tatapan tajam berhasil didapatkan oleh Kleo. Leona menutupi wajahnya dan beranjak, “Yaudah gue nonton sendiri aja kalo gitu.” Tawa Kleo pun pecah.

“Haiiii.” suara nyaring itu menghampiri Leona dan Kleo yang baru saja mengistirahatkan tubuh mereka pada salah satu bangku taman di sekitar pintu keluar museum. Isha datang dengan sangat bersemangat dan senyum lebar menghiasi wajahnya.

“Oh hai, lo beneran jadi kesini tenyata, Sha.” “Oh jelas. Gue kan gak mau menyia-nyiakan kesempatan emas kaya lo, Le, yang tiap hari bisa jalan mulu sama Kleo. Jadi gue mau ikutan dong.”

“Ralat. Gue yang setiap hari mau ketemu sama Leona dan lo gak diajak.” sela Kleo sebelum Leona sempat membalas.

Tuk Leona menyenggol lengan Kleo yang dibarengi dengan tatapan tajam darinya. Namun, Kleo tidak merasa terganggu karena menurutnya pengganggu yang sebenarnya adalah wanita yang sedang berada di depannya itu yang sudah menghancurkan acara kencan mereka.

“Gak heran sih gue kenapa rumor lo paling banyak diantara yang lain, Kle. Kelakuan lo aja begini hahaha.” Entah itu sindiran atau sebuah fakta yang baru saja terlontar dari mulut Isha.

“Berisik lo, banyak omong.” Kleo mulai kesal dibuatnya. “Dari pada lo banyak ceweknya.”

Leona yang sedang menyaksikan pertikaian kecil itu hanya bisa menahan tawanya. Entah karena ia setuju dengan perkataan Isha atau ia hanya gemas melihat tingkah Kleo yang sedang kesal itu.

Kleo pun beranjak dan mengulurkan tangannya kepada Leona, mengajaknya untuk melanjutkan kegiatan kencan mereka yang sedang terganggu. “Wanna walk around before we go back, hm?” Satu anggukan berhasil membuat telapak tangan Leona berlindung dibalik genggaman hangat Kleo bersama dengan hembusan angin sore kota Roma.

“Tungguin dong, gue baru juga sampe!”


Jalanan kota Roma cukup ramai sore ini dipenuhi oleh para manusia dan kesibukannya. Mengajak hewan peliharaan mereka berjalan-jalan, pulang beraktivitas, berbelanja, menikmati secangkir kopi, atau mengantri makanan pada kedai yang cukup ramai seperti yang dilakukan oleh Leona, Isha, dan Kleo saat ini. “Kayanya enak deh, antriannya dari tadi rame terus.” Ikut mengantri di sini adalah ide Leona dan Isha. Leona yang sudah mulai merasa lapar dan Isha yang penasaran dengan panjangnya antrian di kedai ini. Kleo sudah menyarankan agar mereka pergi ke restoran saja tanpa harus mengantri di sini. Namun, Isha tetap kekeh ingin mencoba makanan dari kedai itu dan membuat Leona ikut merasa penasaran.

You good? Kalo lo udah lapar mending kita makan di restoran yang ada di sana aja daripada di sini, Le.” Kleo memastikan sekali lagi. “Gue gak selapar itu, Kleo. I'm good. Lo tunggu di sana aja, okay? I'll be right back.

Ok. Take care of yourself, Sweetie. Just call me if something happens.

Lima belas menit berlalu Leona dan Isha masih berkutat pada antrian kedai makanan tersebut. Kleo yang memperhatikannya dari kejauhan mulai merasa bosan dan membuat matanya tertuju pada street busker yang sedang tampil di sana. Alunan lagu-lagu yang mereka nyanyikan mulai menarik perhatiannya. Tanpa ragu ia pun mengajukan diri untuk ikut bernyanyi bersama mereka.

Hello, this song is for a beautiful girl right there. Hope you guys enjoy.” Kini semua orang mengikuti arah pandangan Kleo yang jatuh pada gadis yang ia maksud. Leona yang tidak menyadarinya pun merasa heran ketika orang-orang di sekelilingnya mulai bertepuk tangan dan menggodanya.

Oh my goodness, you're so lucky.“ “Aw he's so sweet.“ “Congrats girl!“ “Such a lovely guy.

Sampai akhirnya Leona disadarkan dengan suara yang sangat ia kenal menyanyikan sebuah lagu di sana.

We can take the long way We'll get there even if it takes all night We'll talk until the morning Don't tell me that you're fine if you're not fine

And if it's only pleasure that you're seeking Then I'll be penciling you in for the weekend Forget about the white noise It's chocolate and pajamas 'til the whole world fades

Just right Yes please We can sink into the sofa for the whole week Just right Easy

We could just break down, break down these walls Over some take out Don't you worry 'bout nothing at all I can get to know you We can take it slow Savor every moment Keep it on the low Baby just let go And we can keep this whole thing casual

Sudah lima belas menit Kleo berdiri di depan cermin kamar hotelnya memperhatikan seluruh penampilannya dari ujung kaki hingga ujung kepala, tidak ada sejengkal pun yang lewat dari perhatiannya. Sejak Leona mengiyakan ajakan date-nya tadi malam, Kleo mulai uring-uringan menyusun rencana tentang tempat-tempat apa saja yang akan mereka kunjungi, mulai dari museum, teater pertunjukan, restoran, sampai dengan berbagai toko yang mungkin saja menjual barang-barang unik yang dapat menarik perhatian wanita itu.

Sungguh, Kleo berharap banyak pada hari ini. Berharap bahwa ia bisa membuat senyum manis wanita itu terus merekah di wajahnya sepanjang hari saat bersamanya, serta berharap sepasang mata indahnya pun akan bersinar terang layaknya matahari menyinari sang surya. Let's make our beautiful history.


Teatro Salone Margherita menjadi pemberhentian pertama mereka hari ini. Sebuah gedung teater pertunjukan seni yang mementaskan sandiwara tentang kisah klasik sejarah Yunani Kuno yang dibalut dalam sebuah komedi. Pertunjukan itu berlangsung selama kurang lebih dua jam dan selama itu pula mereka disuguhi dengan penampilan-penampilan menarik dari pada pemain di atas panggung.

“Keren banget.” “Gaunnya cantik, kesan vintagenya jadi makin kerasa.” “Hahaha liat dong yang itu, Kle. Mereka lucu banget dari tadi.” “Wah..” “Ih suka liat mereka.” Komentar-komentar itulah yang sering Leona lontarkan selama pertunjukan berlangsung, riuh suara tepuk tangan juga terdengar setiap kali ia dibuat kagum oleh pertunjukan itu.

Do you like the show?” tanya Kleo seusai mereka keluar dari gedung pertunjukan itu. “I love it! This is the best show I've ever seen. Ten out of ten!” jawabnya antusias.

Gemas. Satu kata yang mendeskripsikan perasaan Kleo saat ini. Wanita dihadapannya terlihat sangat menggemaskan ketika ia sedang membicarakan ulang mengenai pertunjukan barusan. Antusiasnya, gerak tubuhnya, dan mimik wajah yang bersemangat, semua itu seperti sebuah mantra yang mampu menyihir dirinya untuk terus memusatkan perhatiannya pada wanita itu. “Kalo dari lo gimana? rate buat pertunjukan tadi berapa?” “Nine out of ten.“ “Hm? Kenapa?” “Because the only one that deserves my ten out of ten is you.

Daripada harus repot menanggapi pernyataan Kleo barusan, Leona lebih memilih untuk berjalan meninggalkan pria itu di belakangnya sambil berusaha menetralkan detak jantungnya yang sepertinya sedang bekerja maksimal akibat ulah pria di belakangnya itu.

“Le, kok gue ditinggal sih. We still have a long way to go for spending the day. Tungguin dong.” Senyum simpul mulai terukir di sudut bibir Kleo, mengetahui bahwa sepertinya harapannya hari ini mulai terkabul.

Kleo menginjakkan kakinya pada pedal rem mobil yang sedang ia kendarai dengan mendadak saat ia merasakan bahwa tangan kirinya disentuh oleh Steffia secara tiba-tiba. Ia menatap tangan yang saat ini masih bertengger di atas tangan kirinya itu dan kemudian menoleh ke arah sang pemilik, yaitu wanita di sebelahnya.

“Steff?” Steffia reflek menarik kembali tangannya setelah tersadar ia masih menggenggam tangan pria itu. “Eh kenapa lo ngerem mendadak, Kle? Gue yang tadinya mau mencet tombol volume malah kaget jadi reflek sampe pegang tangan lo kan jadinya.”

Bohong. Kleo tahu itu bohong. Sebab alasan utama ia menginjakkan kakinya pada pedal rem adalah karena ia merasakan sentuhan tangan wanita itu terlebih dahulu, bukan seperti apa yang wanita itu jelaskan barusan. “Isn't it too far?

Steffia yang tidak paham ke mana arah pembicaraan Kleo hanya bisa mengerutkan keningnya. “You and me. Isn't it too far? Gue tau kita udah kerja bareng selama kurang lebih empat tahun and yea I admit that I enjoy become your partner. Tapi beberapa waktu belakangan ini, you're being unprofessional, Steff. You crossed the line and I think it's too far for both of us.

“Gue salah apa, Kle? Gue ngelakuin kesalahan apa sampe lo bisa bilang kaya gitu?” raut wajahnya terlihat bingung. “Selama ini gue selalu coba buat jadi seorang stylist yang baik buat anak-anak stardust, terutama buat lo. Gue bahkan memperlakukan lo lebih dari anak-anak yang lain—” “That's the point, Steff.” sanggah Kleo cepat. “Perlakuan lebih lo buat gue itu yang bikin lo jadi gak profesional kaya sekarang ini. Gue tau lo tadi sengaja kan? Gue sampe ngerem mendadak kaya tadi cause I didn't even expect you would do that kind of thing. That was too far. Gue dari tadi fokus nyetir karena gue tau kita udah telat banget buat ke bandara and look what you have done. Lo malah ngelakuin hal-hal gak perlu kaya gini yang malah menghambat perjalanan kita.”

I really love working with you as a team, Steff. So, please just be the Steffia I used to know. And we're both fine.” Kleo kembali menjalankan mobilnya tanpa menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut wanita di sampingnya. Menghela napas panjang, mengingat harinya masih akan berjalan panjang sebab ia tahu setelah ini masih ada hal lain yang harus ia hadapi, yaitu managernya sendiri.

Tiga puluh menit yang lalu Kleo sudah tiba di depan lobby hotel tempat Leona menginap. Leona tidak menyangka bahwa ucapan pria itu yang disampaikan melalui pesan singkatnya ternyata merupakan ucapan yang serius. Dan tak perlu waktu lama untuk pria itu bisa membawanya pergi hari ini. Tanpa rencana dan hanya bermodal alasan, “Biar lupa sama hal-hal yang udah bikin lo kesel pagi ini.”

Viktoriapark adalah tujuan yang dipilih oleh Kleo. Taman yang berada di tengah kota Berlin itu menyajikan suasana alam yang indah dengan pemandangan aliran air terjun kecil yang menenangkan. Selain itu, terdapat juga beberapa monumen-monumen bersejarah yang ikut mempercantik taman itu. Tentu saja Kleo tidak pernah melupakan ketertarikan Leona akan dunia seni. Maka sebisa mungkin tujuan yang ia pilih harus memiliki daya tarik yang dapat membuat kedua mata wanita itu bersinar senang.

Waktu kini menunjukkan pukul sebelas siang. Suasana terlihat tidak terlalu ramai, hanya terdapat beberapa orang sedang bersantai dan berolahraga di sekitar taman. Setelah puas mengitari isi taman, Leona dan Kleo memilih untuk duduk di salah satu batu besar yang berada di pinggir air terjun sambil menikmati percikan air yang sering kali mengenai kaki mereka.

“Gue kira lo tadi bercanda doang.” “Kalo urusan lo, gue gak akan pernah bercanda, Le.” Leona tahu pria di sampingnya ini punya jutaan bualan manis yang bisa kapan saja ia lontarkan. Leona sangat tahu itu. Akan tetapi tubuhnya ternyata masih belum terbiasa dengan serangan itu. Terbukti dari reaksi tubuhnya yang sering kali masih menimbulkan rona merah di kedua pipinya ataupun gemuruh geli di dalam perutnya setiap kali ia mendapatkan bualan manis pria itu.

“Le, just tell me if you are sad, mad, tired, or anything. I can be the first volunteer who will make you feel better again.” “Thank you.“ “Biar sekalian gue juga jadi punya alesan buat ketemu lo.” timpah Kleo. “Yee, emang dasar akal-akalan lo aja itu mah.”

Kleo terkekeh, “Nggak. Tapi gue serius. Kleo Dashiell Egra is now Leona's first volunteer for anything. So, just tell me and I'll do a favor.” Pria itu menirukan gerakan salah satu superhero kesukaannya. Keduanya pun tertawa melihat tingkah mereka satu sama lain.

“Eh tadi anak-anak stardust kayanya nyariin lo kan? Pulang sekarang aja yuk kalo gitu.” ajak Leona mengingat ia tadi sempat melihat beberapa balasan tweet dari anggota stardust lainnya yang meminta Kleo untuk segera kembali.

“Gampang itu mah, merekanya aja reseh. Kita makan dulu aja yuk, laper, Le. Lo juga pasti laper kan?” “Beneran gak apa-apa? Tapi kayanya penting tau. Gue bisa kok nanti makan sendiri pulang dari sini.” “Iya lo bisa makan sendirian tapi gue gak bisa. Gue maunya makan sama lo. Udah ayo.” Kleo mengulurkan tangannya untuk membantu wanita itu berdiri. Membawanya kembali menuju mobil dan segera berpindah tempat ke salah satu restoran di sekitar sana untuk mengisi perut mereka.

Di sini lah mereka. Kleo duduk di bangku kemudi dengan Leona tepat disebelahnya, kemudian Isha berada di bangku penumpang di belakang mereka. Isha sedari tadi sibuk menanyakan banyak hal kepada Kleo, mulai dari mengapa ia bisa dekat dengan Leona sampai pertanyaan-pertanyaan mengenai Auryan, teman satu grup Kleo. Kleo menanggapi semua pertanyaan Isha dengan santai, walaupun ia menganggap Isha sangat lah berisik. Sedangkan, Leona hanya bisa terdiam menikmati perjalanan pulang mereka kembali menuju hotel, tidak ingin ikut campur sebab ia sudah lelah menghadapi Isha sejak semalam.

“Kleo, besok-besok kenalin gua sama Auryan dong, please! Atau besok-besok ajakin dia juga kalo kita pergi bareng kaya gini.” pinta Isha. “Tuh anak susah diatur. Jadi gue gak yakin dia bakalan mau ikut.” elak Kleo, entah lah ia hanya tidak berminat untuk menyeret teman-temannya ke dalam situasi seperti ini. Melihat bahwa Isha terlihat seperti seorang penggemar yang cukup fanatik dan merepotkan.

“Yah.. Lo kan temennya, pasti bisa lah. Ajakin nongkrong aja gitu. Nanti gua sama Leona ikut. Iya kan, Le?” tanya Isha meminta persetujuannya. “Gak enak gak sih, Sha? Malah takut jadi ganggu waktu dan privasi mereka gitu? Lagian mereka juga sibuk.”

“Yaelah, lo juga kan sering tuh jalan sama Kleo pasti kan? Itu buktinya dia bisa dan gak ganggu waktu dia.”

“Karena gue yang butuh Leona. Jadi dia sama sekali gak ganggu waktu gue. Kalo lo, lo yang butuh Auryan. Jadi bisa aja itu ganggu waktunya dia. Leona and you are totally different.” jelas Kleo. Leona menoleh mendengar perkataan Kleo. Mengisyaratkan bahwa perkataannya mungkin saja menyinggung perasaan Isha. Tetapi Kleo acuh dan tetap mengemudikan mobilnya dengan tenang.

Sedangkan Isha bungkam di bangku belakang. Perkataan Kleo barusan tidak membuatnya marah, melainkan membuatnya iri terhadap Leona. Selama ini ia selalu menganggap dirinya dan Leona memiliki banyak kesamaan. Mereka sama-sama berasal dari Indonesia, mereka sama- sama seorang penggemar grup bernama Stardust, mereka sama-sama menjalankan peran sebagai seorang fansite agar dapat terus melihat perkembangan idola mereka dan menikmati setiap momen yang ada. Semuanya, semua kesamaan itu ternyata tidak menjamin bahwa nasibnya juga akan sama dengan Leona. Terbukti, kini ia dapat merasakan bahwa terdapat jurang yang cukup jauh diantara dirinya dan juga Leona. Jurang yang berisikan rasa iri dan kecewa.

Isha pun tersadar dari lamunannya ketika mobil yang ditumpanginya sudah berhenti tepat di depan hotel tempat ia dan Leona menginap.

Thank you.” ucap Leona berpamitan. “No worries. See you when i miss you.” Kleo tetaplah Kleo. Semua kata-kata manisnya tidak akan pernah habis untuk ia lontarkan kepada Leona.

Isha yang sejak tadi melihat peristiwa itu hanya mengamatinya dalam diam.

Seperti cuitan terakhirnya yang membalas sebuah tweet milik Leona, kini Isha benar-benar sudah berada di depan pintu hotel milik Leona ketika ia membukanya. Dengan tangan dilipat di depan dada dan raut wajah meminta penjelasan, ia pun masuk ke dalam kamar sembari berkata, “Malem ini gua tidur di sini sampe lo selesai cerita.” Leona pun pasrah dan mengikuti langkah Isha memasuki kamarnya setelah mengunci pintu depan.

“Jadi ada apa diantara lo sama Kleo?” tanya Isha penuh selidik. Leona menghembuskan napas panjang sebelum memulai ceritanya.

“Jadi gini..” Leona mulai menceritakan awal mula pertemuannya dengan Kleo di suatu kafe tempo hari, lalu pertemuan kedua mereka sampai dengan bagaimana mereka bisa menjadi “dekat” seperti sekarang. Tentu saja Leona tidak menceritakan detailnya dengan jelas, hanya garis besarnya saja. Apalagi tentang bagaimana perlakuan Kleo terhadapnya atau tentang ajakan date yang pernah mereka lakukan. Bisa gawat kalau Isha sampai tau sejauh itu, pikirnya.

Selama mendengar cerita Leona, Isha memberikan ekspresi yang beragam. Mulai dari kaget, bingung, sampai dengan iri karena ia juga ingin diperlakukan begitu dengan Auryan, teman satu grup Kleo. “Sumpah kok bisa sih anjir? Lo lucky banget, Le. Kalo gua jadi lo mungkin gua udah terjun dari Big Ben kemaren sangking senengnya.” Leona hanya tertawa mendengar tanggapan berlebihan dari Isha.

“Gua tadi liat dengan jelas gimana si Kleo senyum-senyum ngeliat lo, ngobrol sama lo, sampe ngelus-ngelus rambut lo sebelum dia pergi. Apa lo gak stres diperlakuin kaya gitu sama dia? Gua yang liat aja stres, Le.” jelasnya frustasi. Itu semua memang benar, tadi sehabis mereka menyelesaikan makan malamnya di salah satu restoran pizza yang direkomandasikan oleh Isha, mereka memutuskan untuk mendatangi salah satu toko kamera yang juga berada di daerah itu. Isha yang sedang sibuk memilih-milih lensa mengabaikan Leona yang ternyata sudah mulai bosan dan memilih untuk menunggunya di luar. Dan sepertinya takdir memang selalu memihak kepada Leona dan Kleo agar segera dipersatukan. Mereka bagaikan magnet yang memiliki kutub berlawanan sehingga memiliki daya tarik yang sangat kuat untuk saling bertemu kembali.

Kleo yang baru aja selesai bermain kart rider dengan teman-temannya itu tidak sengaja melihat Leona yang sedang berdiri sendirian di luar toko. Kemudian ia memaksa teman-temannya untuk menurunkannya sebentar di sekitar sana dengan alasan ingin mencari toilet terdekat. Namun, bukan sebuah toilet yang dicarinya melainkan seorang wanita cantik yang telah mengusik hatinya selama beberapa waktu belakangan ini.

“Hey.” sapanya sesampainya ia di hadapan wanita itu. Jelas raut wajah kaget yang pertama kali Leona keluarkan ketika melihat Kleo di hadapannya. “Ngapain?” tanyanya sedikit berbisik.

Wanna take you home.” “No.” bantahnya cepat. “Gue ke sini bareng Isha. Dia lagi belanja di dalem.” Leona terlihat was-was sambil mencari keberadaan temannya di dalam toko.

Kleo terkekeh melihat gerak-gerik wanita itu. “I can take you and that Isha girl too. Should I?

Leona memutar bola matanya malas menanggapi Kleo. Menurutnya ini buat saat yang tepat untuk bercanda. Ia benar-benar khawatir kalau sampai temannya itu melihat mereka berdua sedang bersama seperti sekarang. Ia tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi.

Kleo yang semakin melihat jelas kegelisahan pada diri Leona itu pun mengalah, “Ok, I'm sorry. Lima menit tadi cukup kok buat ngobatin rasa kangen gue sama lo.”

“Gue juga udah ditungguin sama anak-anak tuh di mobil. So, get home safe pretty. See you at the concert.” satu elusan lembut mendarat di rambutnya memberikan rasa hangat sebelum pria itu akhirnya pergi.

Dan senyum kecil yang merekah di bibir Leona setelah kepergian pria itu ternyata hanya bertahan selama 3 detik sebelum ia menyadari bahwa Isha sudah berdiri di depan pintu keluar toko dan menyaksikan apa yang baru saja ia dan Kleo lakukan.